Entri Populer

Friday, 26 August 2016

Kabut asap

Beberapa tahun lalu, kabut asap cuma saya tahu dan dengar dari berita di televisi. Tapi sejak 2013, saya mengalami langsung apa itu kabut asap. Bagaimana dampaknya dan solusi yang tak kunjung usai bahkan sampai hari ini.
Kabut asap menjadi kejadian rutin setiap rutin, di daerah tempat saya tinggal. Tepatnya di Duri, Riau. Seperti hari ini, air quality sudah unhealthy, (hazardous). Bagaimana tidak berbahaya untuk kesehatan, levelnya sudah melebihi 300 psi.
Yang paling miris, saya punya 2 anak balita. Yang satu 3y, satu lagi masih 9m. Duuhhh, kasihan. Ditambah hari ini PLN Perusahaan LILIN Negara) sedang mengulah. Listrik dipadamkan dari jam 9 pagi sampai saat ini belum hidup. Artinya, listrik padam hampir 7 jam. Artinya lagi, AC dan Air Purifier tidak berfungsi. Artinya, kami harus menghirup udara kotor yang penuh dengan asap.
Darimana sih asap itu?
Tahu sama tahu dong yah. Provinsi Riau ini salah satu provinsi dengan lahan sawit terluas. Demi itulah, maka hutan digundul. Digundul secara legal ( memakai alat berat) tentu membutuhkan effort yang lebih besar. Cara simpelnya, bakar saja hutan itu. Itulah yang membuat asap tak pernah beranjak dari tanah Riau.
Kenapa tidak dipadamkan?
Mungkin usaha itu sudah dan sedang dilakukan. Dilakukan oleh aparat dan pemerintah. Tapi balik lagi. Riau itu tanahnya gambut. Dan api akan lebih susah padam pada jenis tanah seperti ini. Ditambah lagi hujan yang tak kunjung datang. Ditambah lagi angin yang bertiup kencang. Yang mengakibatkan api lebih cepat menjalar.
Lalu, bagaimana solusinya?
Kalau yang ditanya itu saya, maka saya akan hukum seberat2nya para pelaku kebakaran hutan. Bukan denda 5 juta (seperti yang diberlakukan saat ini), tapi semua aset lahan disita. Kalu bisa, saya mau meniru Presiden Filipana Duterte. Tembak aja semua pelaku yang terlibat dalam pembakaran hutan. Jadi, orang2 akan berpikir berkali-kali untuk membakar hutan.

Masalah asap ini sungguh membuat resah gelisah. Bagaimana tidak, generasi muda ini, anak-anak kami ini, harus dibesarkan dengan jeleknya kondisi udara. Bagaimana dengan kesehatan mereka? Tentu tak ada yang peduli, selain kami ini para orangtuanya.

Satu lagi, yang ini masalah nasional. PLN! PLN bapuk sebapukbapuknya. Tak ada kata yang dapat mewakili perasaanku padamu. *tsaahhh

Wednesday, 15 June 2016

Merindumu

Tiba-tiba aku merindukanmu
Aku ingin cerita banyak hal padamu
Tentang anak-anakku, tentang keluarga kecilku sekarang
Tentang pergumulanku, tentang masa depanku
Aaahhh.. Sungguh aku rindu
Rasanya belum lama aku mengenalmu
Tapi kau punya tempat spesial dihatiku
Apa kau tahu? Saat ini aku hampir menitikkan air mata karena mengingatmu
Bisakah kau mampir di mimpiku? 
Aku butuh usapan tanganmu di kepalaku
Aku rindu mendengar kau bernyanyi lagu surgawi
Aku rindu saat dimana kita berbicara dengan Sang pencipta
Ada banyak hal yang terjadi setelah kau pergi 
Dan itu belum sempat aku ceritakan kepadamu
Mengunjungi makammu pun aku belum pernah
Tadi aku melihat foto ayahmu di sosial media anakmu
Membuatku terpana dan kembali mengingatmu
Sosok sederhana yang begitu mencintai Tuhan
Orang asing yang membawaku kembali kepada Tuhan
Aaahhh... Entah harus berkata apa lagi
Sungguh aku merindumu
Tolong lihat aku dan keluargaku ini dari atas
Tersenyumlah saat engkau melihatku
Semoga aku selalu bisa menjadi anak kebanggaanmu
Semoga aku bisa selalu mengingat nasehatmu
Semoga aku mampu berjalan dijalanNya sesuai petunjukmu
Beristirahatlah dalam damai Pak, Om, Sahabat, dan Saudaraku
Betapa indahnya surga, memiliki malaikat sepertimu. 

-mengenang Bapak Jacobus Go Reinnamah, seorang sahabat-

Sunday, 5 June 2016

Curhat soal anak

Sejatinya, setiap orangtua (khususnya seorang ibu), pasti selalu ingin memberikan yang terbaik untuk buah hatinya. Pun begitu denganku. Dengan segala kekurangan dan kelebihanku ( apa yah kira2) sebagai seorang ibu, aku selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik buat JJ.

Terutama untuk Juan. Kenapa Juan?
Tgl 26 nanti, Juan genap berusia 3 tahun. Masa ini adalah masa dimana ia akan belajar banyak hal. Tentu akan semakin sulit untuk mengarahkan anak dengan karakter seperti Juan. Sang perfeksionis, sekaligus peniru yang ulung. Yah, anak2 emang jago niru. Makanya segala bentuk ucapan dan tingkah laku harus yang baik dan sopan. Agar ia bisa meniru yang sopan.
Jaman sekarang, ada banyak ilmu parenting yang bisa dijadikan acuan dalam mendidik anak. Aku pribadi, menyukai metode montessori (guggling aja kalo pengen tau detailnya). Rasanya metode ini yang paling ideal menurutku. Memanusiakan anak, anak ikut terlibat dalam setiap metode pembelajaran. Jadi anak bukan diajar untuk duduk, diam dan dengar. (Kalo begini, Juan pasti ngacir dan besok2 ga akan mau balik lagi).
Hebatnya lagi, metode ini tidak harus diajarkan dalam sebuah institusi resmi (sekolah). Metode ini bisa dilakukan dirumah. Trus siapa yang ngajarin? Ya mama. Ibu. Orangtuanya.
Ini yang sedang aku lakuin. Meski banyak bolongnya. Meski banyak gagalnya. Tapi, lebih baik bolong drpd tidak sama sekali,bukan?

Sepertinya harus lebih pintar memaintain waktu antara duo JJ, kegiatan rumah dan jadwal istirahat. Semoga bisa. Pasti bisa. Harus bisa. (Edisi menyemangati diri sendiri).

Karena hakikatnya, setiap ibu pasti ingin melakukan yang terbaik buat anaknya. Tidak perlu kuatir dengan 'sepatu' orang lain, sepatu sendiri pasti jauh lebih indah.

- ditulis sambil menemani suami yang lagi kesel karena laptopnya bermasalah mulu, padahal lagi ngerjain tugas kantor di malam hari ini -


Wednesday, 1 June 2016

Meninggalkan zona nyaman

Ini kali kedua, aku harus meninggalkan 'zona nyamanku'. Yang pertama sepertinya ga usah diceritain, karena udah berlalu.
Yang kedua, soon. End of June.
Iyah! Harus pindah rumah lagi, kali ini lebih repot. Keluar camp, beli rumah sendiri (dengan segala perjuangan ya). Loh, seneng dong bisa punya rumah sendiri (lagi). Senenglah pasti. Selain gubuk kami di tangerang, kami akhirnya bisa punya rumah lagi. Tapi.... Seandainya boleh, rumahnya ga pengen di Duri sini sih, ditempat lain ajah...
Cuma itu dia, maunya Tuhan bukan maunya kita. JalanNya bukan jalan kita.

Hari ini, entah kenapa bawaannya mellow. Pengen nangis. Sediiihhh. Sedih karena akhirnya fix harus keluar dr camp. Harus menapak lagi di bumi, di kehidupan nyata. Iyah, kehidupan nyata. Kenapa begitu? Mau tau enaknya hidup di camp?
Rumah besar, fasilitas lengkap. Sampai bola lampu putus pun tinggal telepon minta digantiin. AC bisa hidup 24h/d selagi lu ga kedinginan. Water heater ready. Lu bisa pake lampu dan air sebebas2nya. Serasa hidup di awang2 kalo kata saya.. Enak yah? Enaakkk. Pengen? Pengenlaaahhh. Itu baru dr segi fasilitas. Belom dari segi keamanan. Secara Duri identik dengan hukum rimba-nya kalo kata saya. So, balik lagi. Life is about a choice.
Tapi tetap mellow maaaaakkkkk....

Dalam hati pengen nanya gini sama Tuhan, 'kenapa Tuhan? Kenapa begini?'
Tapi kok rasanya ga pantes banget yah. Masih syukur bisa hidup kelimpahan dan tidak kekurangan, tapi kok malah ga disyukuri.
Akhirnya, kalimat andalan saya today : Jadilah padaku seperti yang Kau ingini.

Hhhmmmm....
Apapun itu Tuhan, jika kami boleh sampai pada saat ini, aku percaya itu semua atas seijinMu. Tidak akan pernah Kau biarkan kami jatuh apalagi sampai tergeletak.
Jika saat ini pun, aku belum mampu melihat jalanMu, ajari aku untuk yakin dan percaya bahwa ini semua adalah yang terbaik untuk kami.
Jika nanti, aku hampir kalah dan putus asa, tolong beri aku kekuatan lebih, untuk seengganya bisa melipat tanganku, menutup mataku dan berbicara kepadaMu. Karena satu yang kuyakini dengan pasti, Engkau hanya sejauh doa.

-ditulis dengan hati gundah gulana, antara bahagia dan sedih-

Ps : Terimakasih Tuhan, untuk setiap rasa ini. ☺️😊😍

Tuesday, 10 May 2016

6 Batu Ujian

Dulu (tepatnya kapan udah ga ingat lagi), pernah baca mengenai ini.

Bagaimana kami tahu bahwa cinta kami cukup untuk menghantar kami ke arah berdampingan seumur hidup, menuju kepada kesetiaan yang sempurna?
Bagaimana kami dapat yakin bahwa cinta kami ini cukup matang untuk diikat sumpah nikah serta janji untuk berdampingan seumur hidup sampai maut memisahkan?


Pertama, Ujian untuk merasakan sesuatu bersama.
Cinta sejati ingin merasakan bersama, memberi, mengulurkan tangan.
Cinta sejati memikirkan pihak yang lainnya, bukan memikirkan diri sendiri.
Jika kalian membaca sesuatu, pernahkah kalian berpikir, aku ingin membagi ini bersama sahabatku?
Jika kalian merencanakan sesuatu, adakah kalian hanya berpikir tentang apa yang ingin kalian lakukan, ataukah apa yang akan menyenangkan pihak lain?
Sebagaimana Herman Oeser, seorang penulis Jerman pernah mengatakan, " mereka yang ingin bahagia sendiri, janganlah kawin. Karena yang penting dalam perkawinan adalah membuat pihak yang lain bahagia. - mereka yang ingin dimengerti pihak lain, janganlah kawin. Karena yang penting disini ialah mengerti pasangannya."

Maka batu ujian yang pertama ialah :
"Apakah kita bisa sama-sama merasakan sesuatu? Apakah aku ingin menjadi bahagia atau membuat pihak yang lain bahagia?"

Kedua, Ujian kekuatan.
Saya pernah menerima surat dari seorang yang jatuh cinta, tapi sedang risau hatinya. Dia pernah membaca entah dimana, bahwa berat badan seseorang akan berkurang kalau orang itu betul-betul jatuh cinta.
Meskipun dia sendiri mencurahkan segala perasaan cintanya, dia tidak kehilangan berat badannya dan inilah yang merisaukan hatinya.
Memang benar bahwa pengalaman cinta itu juga bisa mempengaruhi keadaan jasmani. Tapi dalam jangka panjang cinta sejati tidak akan menghilangkan kekuatan kakian; bahkan sebaliknya akan memberikan kekuatan dan tenaga baru pada kalian. Cinta akan memenuhi kalian dengan kegembiraan serta membuat kalian kreatif, dan ingin menghasilkan lebih banyak lagi.

Batu ujian kedua ialah :
"Apakah cinta kita memberi kekuatan baru dan memenuhi kita dengan tenaga kreatif, ataukah cinta kita justru menghilangkan kekuatan dan tenaga kita?"

Ketiga, Ujian penghargaan.
Cinta sejati berarti juga menjunjung tinggi pihak yang lain. Seorang gadis mumgkin mengagumi seorang jejaka, ketika ia bermain bola dan mencetak banyak gol.
Tapi jika ia bertanya pada diri sendiri, "apakah aku mengingini dia sebagai ayah dari anak-anakku?", jawabnya sering sekali menjadi negatif.
Seorang pemuda mungkin mengagumi seorang gadis, yang dilihatnya sedang berdansa. Tapi sewaktu ia bertanya pada diri sendiri, "apakah aku mengingini dia sebagai ibu dari anak-anakku?", gadis tadi mungkin akan berubah dalam pandangannya.

Pertanyaannya adalah :
"Apakah kita benar-benar sudah punya penghargaan yang tinggi satu kepada yang lainnya? Apa aku bangga atas pasanganku?"


Keempat, Ujian Kebiasaan.
Pada suatu hari seorang gadis eropa yang sudah bertunangan datang kepada saya. Dia sangat risau, "aku sangan mencintai tunanganku," katanya, "tapi aku tak tahan dengan cara dia memakan apel." Gelak tawa penuh pengertian memenuhi ruangan.
"Cinta menerima orang lain bersama dengan kebiasaannya. Jangan kawin berdasarkan paham cicilan, lalu mengira bahwa kebiasaan-kebiasaan itu akan berubah di kemudian hari.
Kemungkinan besar itu takkan terjadi. Kalian harus menerima pasanganmu sebagaimana adanya beserta segala kebiasaan dan kekurangannya.

Pertanyaannya :
"Apakah kita hanya saling mencintai atau juga saling menyukai?"

Kelima, Ujian pertengkaran.
Bilamana sepasang muda mudi datang mengatakan ingin kawin, saya selalu menanyakan mereka, apakah mereka pernah sesekali benar-benar bertengkar - tidak hanya berupa perbedaan pendapat yang kecil, tetapi benar-benar bagaikan berperang. Seringkali mereka menjawab, "ah, belum pernah pak, kami saling mencintai."
Saya katakan kepada mereka, "bertengkarlah dahulu - barulah akan kukawinkan kalian."
Persoalannya tentulah, bukan pertengkarannya, tetapi kesanggupan untuk saling berdamai lagi. Kemampuan ini mesti dilatih dan diuji sebelum kawin. Bukan seks, tapi batu ujian pertengkaranlah yang merupakam pengalaman yang 'dibutuhkan' sebelum kawin.

Pertanyaannya adalah :
"Bisakah kita saling memaafkan dan saling mengalah?"

Keenam, Ujian waktu.


Sepasang muda mudi datang kepada saya untuk dikawinkan. "Sudah berapa lama kalian saling mencintai?" Tanya saya. "Sudah tiga, hampir empat minggu", jawab mereka.
Ini terlalu singkat. Menurut saya, minimal setahun. Dua tahun lebih baik lagi. Ada baiknya untuk saling bertemu, bukan saja pada hari-hari libur atau hari minggu dengan berpakaian rapin, tapi juga pada saat bekerja di dalam hidup sehari-hari, waktu belum rapi, belum bercukur, masih mengenakan kaos oblong, belum cuci muka, rambut masih awut-awutan, dalam suasana yang tegang atau berbahaya.
Ada satu peribahasa kuni, "Jangan kawin sebelum mengalami musim panas dan musim dingin bersama dengan pasanganmu."
Sekiranha kalian ragu-ragu tentang perasaan cintamu, sang waktu akan memberi kepastian.

Tanyakan :
"Apakah cinta kita telah melewati musim panas dan musim dingin? Sudah cukup lamakah kita saling mengenal? "

Dan ijinkan saya memberikan suatu kesimpulan yang gamblang. Seks bukan batu ujian bagi cinta.
Jika sepasang muda mudi ingin punya hubungan seksual untuk mengetahui apakah mereka saling mencintai, perlu ditanyakan pada mereka, 'demikian kecilnyakah cinta kalian?' Jika keduanha berpikir, 'nanti malam kita mesti melakukan seks-kalau tidak pasanganku akan mengira bahwa aku tidak mencintai dia atau bahwa dia tidak mencintai aku,' maka rasa takut akan kemungkinan gagal sudah cukup menghalau keberhasilan percobaan itu.
Seks bukan suatu batu ujian bagi cinta, sebab seks akan musnah saat diuji.

Cobalah adakan observasi atas dirimu sendiri pada waktu pergi tidur. Kamu mengobservasi diri sendiri, kemudian tidak bisa tidur. Atau kamu tidur, kemudian tidak lagi bisa mengobservasi diri sendiri.
Sama benar halnya dengan seks sebagai suatu batu ujian untuk cinta. Kamu menguji, sesudah itu tidak lagi mau mencintai, atau kamu mencintai, kemudian tidak menguji.
Untuk kepentingan cinta itu sendiri, cinta perlu mengekang menyatakan dirinya secara jasmaniah sampai bisa dimasukkan ke dalam dinamika segitiga perkawinan.

-Author Unknown-


Saturday, 7 May 2016

Judulnya apaan yah?

Duuuaaarrrrrr!!!!

Hhhmmmm...
Hari-hariku saat ini dipenuhi dengan rutinitas irt dengan 2 anak laki, 1 suami (yaiyalah satu, satu aja cukup merepotkan, hihihi) pluuuussss lagi ribet ngurusin mau pindah rumah. (Haah? Pindah rumah? Agaaiiinn??)

Iyah. Mau pindah rumah (lagi).
Jadi ceritanya tahun 2013 akhir, akhirnya aku dan Juan (my first son) ngekor papanya ke duri riau. Waktu itu rumah di dalam camp belom ada yang sesuai dengan PSG nya papanya Juan. (Jangan tanya PSG itu apaan, pokoknya ga jauh beda dengan golongan kalo di PNS mah). Akhirnya sepakat untuk pakai rumah yang type 4. Setahun setengah dirumah itu, akhirnya pindah ke rumah type 3 di krakatau 167 (rumah yang sekarang). Baru ditempatin setahun, sampai saat ini masih disini.
Ceritanya, CPI mulai menerapkan aturan baru, bahwa sudah tidak ada fasilitas rumah lagi per 1 Juli 2016. Dengan kata lain, rumah di dalam camp kalo mau ditempatin yah kudu bayar (istilahnya ngontrak). Nah, masalahnya adalah nominal untuk bayar kontraknya ini yang ga enak banget. 6jt dikurang 3rts rebu boooo... Dan itu perbulan. Duuuhhh, pengen rasanya kuberlari kepantai lalu ngesot ke hutan (loh). *mumpung AADC 2 lagi membahana di bioskop indonesia 😜😜

Akhirnya setelah melakukan perundingan dengan suami (ciiyyeeeee), kami sepakat untuk beli rumah. Meski dengan kondisi perekonomian kami yang serba ngepas (kambuh penyakit tidak bersyukurnya nih). Lah, gmn ga ngepas?
Pas pengen nabung, ada (meski ga banyak). Pas pengen beli beras, ada. Pas pengen beli pempers, ada. Pas pengen makan KFC, ada (maklum, cuma makanan ini yang ngehits di duri. Boro2 sushi tei). 😬😄 Pokoknya semuanya serba pas deh..  Trus, kenapa ga ngontrak aja diluar camp? Sempet sih jadi opsi. Cuma dipikir2, sayang duitnya. Mending dijadikan DP beli rumah.
Dan akhirnya sampailah pada satu rumah di aquatic residence 2, pilihan hati mamanya Juan. Hihihi
Semoga semua urusan pembelian rumah berjalan lancar. Segala usaha kami (suami tepatnya) dalam mencari dana (pinjeman maksudnya), berjalan dengan lancar tanpa halangan apapun. Amiiiin (ini doa istri yang baik, cantik, budiman, bijaksana, dll, dkk,dst).

Itu ajalah dulu. Cuma kepengen nulis aja karena ngerasa udah lama ga nulis. Sebenernya hasrat nulis itu ada, cuma entah kenapa ide itu selalu muncul saat lagi sibuk sama anak. Entah itu lagi maen kereta api sama Juan, or paling sering pas nyusuin si kecil Jarrett. Masa iya harus ngetik di tab sambil nyusuin 🤔🤔🤔

-to be continue-

Monday, 14 March 2016

NO TITLE

Just wanna say:

"If your religion requires you to hate someone, you need a new religion."